Fakultas Farmasi Unpad dan PT Duta Niaga Indonesia Manunggal Jalin Kerja Sama Strategis dalam Upaya Komersialisasi Hasil Riset Bahan Baku Farmasi Minyak Sacha Inchi

Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) menandatangani perjanjian kerja sama strategis dengan PT Duta Niaga Indonesia Manunggal (DNIM) untuk mengkomersialkan hasil riset minyak sacha inchi sebagai bahan baku farmasi. Kolaborasi ini melibatkan unsur pentahelix, termasuk akademisi, industri, komunitas petani, regulator, dan media, untuk memperkuat kemandirian bahan baku farmasi nasional.

team media-labfarma Unpad

8/12/20254 min read

Bandung, 12 Agustus 2025 — Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (UNPAD) melalui Unit Usaha Akademik (UUA) UNPAD Farma menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan PT Duta Niaga Indonesia Manunggal (DNIM) untuk mengembangkan produk kesehatan berbasis hasil riset menuju tahap komersialisasi. Penandatanganan PKS ini menjadi agenda utama dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema "Komersialisasi Hasil Riset Farmasi untuk Kemandirian Bahan Baku Farmasi Nasional" yang digelar di Fakultas Farmasi UNPAD Jatinangor yang dihadiri oleh seluruh unsur pentahelix dari ekosistem riset yang telah terbentuk, yaitu para akademisi beberapa perguruan tinggi, komunitas gabungan kelompok tani sacha inchi, industri bahan baku, industri produk farmasi, nutrasetikal, dan kosmetik, Kemenkes RI dan BBPOM di Bandung, serta kalangan media.

PKS ini ditandatangani oleh Dekan Fakultas Farmasi UNPAD, Prof. Dr. apt. Ajeng Diantini, M.Si., Ketua UUA UNPAD Farma, Prof. Dr. apt. Sriwidodo, M.Si., dan Direktur Utama PT DNIM, Lilik Dwi Hindratno. Selain itu turut menyaksikan penandatanganan PKS, Direktur Ketahanan Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dan Wakil Rektor Bidang Riset, Kerja Sama, dan Pemasaran Unpad.

Kerja sama berfokus pada pemanfaatan minyak kacang sacha inchi—sumber alami omega 3, 6, dan 9—yang telah dikembangkan tim peneliti Fakultas Farmasi UNPAD menjadi bahan baku minyak pharmaceutical grade, bekerjasama dengan Quilla Herbal Indonesia selama 5 tahun terakhir menjadi formulasi siap industrialisasi. UNPAD Farma telah melahirkan 32 produk farmasi inovatif berbasis sacha inchi diantaranya Biosachi, Bioscrub, VOmega, Omegrow, Cosmetory, Creya, Sachi Cubratin, Svarga Serenity Sacha, Vetachi, yang mencakup kategori pangan fungsional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan produk pet-veteriner.

Dalam sambutannya, Direktur Ketahanan Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Dr. Jeffri Ardiyanto, M.App.Sc., yang menegaskan pentingnya langkah ini. “Dengan tingkat ketergantungan impor bahan baku yang masih 80–90%, pengembangan riset bahan alam dan produk fitofarmaka menjadi sangat strategis. Kemenkes mendukung penuh upaya ini, termasuk melalui regulasi dan fasilitasi pertemuan antara akademisi dan industri. Penandatanganan PKS hari ini adalah momentum penting untuk memperkuat ekosistem inovasi dan mempercepat pemanfaatan hasil riset bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Wakil Rektor Bidang Riset, Kerja Sama, dan Pemasaran Unpad, Prof. apt. Rizky Abdulah, M.Si., Ph.D., menambahkan, “Perguruan tinggi memiliki fasilitas riset dan pengembangan yang dapat dimanfaatkan industri, sehingga industri tidak perlu mengeluarkan investasi besar di awal. Apalagi, pemerintah telah memberi insentif berupa tax deduction 1:3 bagi industri yang berinvestasi dalam riset di perguruan tinggi. Riset di kampus harus diarahkan untuk menjawab masalah nyata di industri dan Masyarakat, tak boleh berhenti hanya di jurnal ilmiah. Melalui FGD ini, kita berharap lahir roadmap dan model kolaborasi yang saling menguatkan antara perguruan tinggi, industri, dan pemerintah.”

FGD menghadirkan pandangan lintas sektor yang saling melengkapi. Prof. Sriwidodo mengawali dengan menekankan bahwa riset harus berpijak pada keberlanjutan hulu. “Kalau bahan mentahnya hilang, semua inovasi akan lumpuh. Maka, riset harus menyentuh sisi agronomi dan keberlanjutan pasok.”

Teguh Dwi Raharjo S.P. dari Gapoktan berbicara langsung dari pengalaman petani. Ia menggambarkan sacha inchi sebagai tanaman bernilai tinggi, tetapi sensitif di tahap pascapanen. “Kadar minyak dan mutunya sangat tergantung cara panen dan pengeringan. Kalau ini gagal, harga jatuh, petani rugi, industri pun ikut terdampak.”

Diskusi ini mempertegas bahwa hilirisasi riset farmasi bukan sekadar alih teknologi, tetapi proses membangun rantai nilai yang kuat dari hulu ke hilir—mulai dari petani hingga konsumen, dengan industri dan regulasi berjalan seiring. Melalui PKS dan FGD ini, Unpad menegaskan komitmennya untuk mengurangi ketergantungan impor dan menjadikan Indonesia sebagai pusat inovasi sacha inchi di Asia.

Email:

info@sachainchiindonesia.id;

info@labcos.id; atau info@labfarmaunpad.id
Website :  

Direktur Utama PT DNIM, Lilik Dwi Hindratno, melihat potensi sacha inchi melampaui pasar lokal. “Melalui kemitraan ini, kami ingin mengaplikasikan hasil riset Unpad—termasuk minyak sacha inchi—ke formulasi produk yang siap dipasarkan, dengan dukungan uji laboratorium dan data ilmiah. Harapannya, hilirisasi tidak berhenti di riset, tetapi berlanjut hingga produksi skala industri untuk pasar dalam negeri dan ekspor.”

Kepala Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad), Kolonel Ckm Dr. apt. Drs. TPH Simorangkir, M.Si., CIT, turut hadir dan menilai bahwa kolaborasi ini selaras dengan visi penguatan ketahanan kesehatan nasional. Ia menekankan bahwa Indonesia memiliki kekayaan biodiversitas yang dapat menjadi basis kemandirian bahan baku farmasi, asalkan diiringi pemetaan potensi wilayah, hilirisasi berbasis kekhasan lokal, dan sinergi lintas sektor tanpa ego sektoral. “Kita perlu memastikan hasil riset tidak berhenti di laboratorium, tapi benar-benar masuk rantai pasok industri, memberi manfaat pada masyarakat, dan mendukung target Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Hadiyan Nur Sofyan, S.T., M.P., CDMP, CNLPC, yang berperan sebagai jembatan antara riset dan industri, menyoroti perlunya pihak yang memahami keterkaitan antara keduanya. “Tantangan yang dihadapi para petani adalah ketika sudah berhasil memproduksi bahan baku, siapa yang mau membeli atau mengolah lebih lanjut bahan baku ini? Maka, jembatan ini penting agar riset tidak mandek di laboratorium, tapi juga tidak terjerumus dalam produksi tanpa basis ilmiah.”

Dari perspektif regulasi, apt. Leni Maryati, S.Si., M.Si. dari BBPOM Bandung mengingatkan bahwa peluang besar herbal harus diiringi dengan keamanan dan mutu. “Regulasi bukan untuk menghambat, tapi memastikan produk bisa diterima konsumen dan pasar internasional. Hilirisasi harus selaras dengan standar ini.”

Stefanus Zakarias dari Inovasi Riset Bioteknologi (InRitek) menutup sesi dengan mengingatkan urgensi eksekusi. “Pasar global bergerak cepat. Kalau kita menunggu terlalu lama di meja registrasi atau uji pasar, peluang bisa diambil negara lain yang sudah siap lebih dulu.”